Perlakuan Pajak atas Bisnis Event Organizer

arkademi kursus online Perlakuan Pajak atas Bisnis Event Organizer blog
Keuangan

Bisnis event organizer (EO) adalah bisnis yang memberikan jasa untuk menganalisis kebutuhan klien dalam membuat suatu acara, lalu mengorganisir acara tersebut mulai dari perencanaan acara, pelaksanaan acara, hingga purna acara. Jasa yang ditawarkan pada bisnis event organizer misalnya wedding organizer, acara pertunjukkan musik, serta MICE (meeting, incentive, convention, dan exhibition). Menariknya, saat ini terdapat 4.000 pelaku usaha yang menekuni bisnis event organizer dengan nilai industri lebih dari Rp 500.000.000.000.

Pada umumnya, bisnis event organizer dijalankan oleh sebuah badan. Pengertian badan mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yakni Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Firma, Persekutuan, Perkumpulan, BUMD, dan BUT (permanent establishment). Apabila suatu usaha dijalankan oleh badan, kewajiban perpajakan suatu badan dimulai saat badan tersebut berdiri, berbeda dengan kewajiban perpajakan orang pribadi yang baru akan dimulai saat penghasilan sudah melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Lalu, bagaimana perlakuan pajak suatu badan yang menjalankan bisnis jasa event organizer?

Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 jasa event organizer tergolong jasa lain yang dikenakan pajak penghasilan. Ketentuan itu juga menegaskan imbalan yang diperoleh dari bisnis jasa event organizer kecuali yang sudah dipotong PPh Pasal 21. Maka dipotong pajak penghasilan sebesar 2% dari jumlah bruto dan tidak termasuk pajak pertambahan nilai.

Secara garis besar, untuk menentukan apakah suatu transaksi dalam bisnis event organizer dikenakan pajak atau tidak, lihat ketentuan Undang-Undang 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 (1). Yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis wajib pajak, penghasilan dari usaha dan kegiatan, gaji, upah, honorarium, keuntungan karena pengalihan harta, penghasilan dari transaksi saham, bunga, dividen, royalti, premi asuransi. Selain itu, lihat juga ketentuan Pasal 4 (2) mengenai objek pajak penghasilan bersifat final yakni penghasilan dari bunga deposito, penghasilan dari transaksi pengalihan harta misalnya tanah, dan penghasilan tertentu lainnya.

Berikut pajak penghasilan yang akan dikenakan pada bisnis event organizer yaitu: Pertama, akan dikenakan pajak atas penghasilan dari usaha dan kegiatan sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) dengan tarif sebesar 25% yang mengacu pada tarif Pasal 17. Tarif tersebut berlaku sejak tahun pajak 2010 dan dikhususkan untuk wajib pajak dalam negeri (termasuk perusahaan tertutup) dan BUT (permanent establishment). Sementara untuk perusahaan terbuka yang sahamnya 40% diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia akan mendapatkan tarif 5% lebih rendah. Tarif tersebut berlaku untuk badan dengan omzet atau penghasilan kotor melebihi Rp 50.000.000.000. Sedangkan jika omzet atau penghasilan kotor masih belum melebihi Rp 4.800.000.000 maka akan berkesempatan menggunakan fasilitas PPh Final untuk UMKM dengan tarif 0,5% dari penghasilan kotor.

[course id=”20950″]

Kedua, apabila bisnis event organizer mendapatkan penghasilan dari sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta maka akan mengacu pada ketentuan PPh Pasal 23, dengan tarif 2% dari nilai pembayaran. Jadi akan ada mekanisme pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak konsumen atau pengguna jasa dengan status badan. PPh Pasal 23 terutang ketika terjadi pembayaran, sedia untuk dibayarkan, atau jatuh tempo, atau tanggal yang tertera pada kontrak komersial. Setelah mengetahui kapan PPh Pasal 23 terutang, batas waktu untuk menyetorkan SSP (Surat Setoran Pajak) PPh Pasal 23 yaitu tanggal 10 bulan berikutnya dan batas waktu lapor SSP tanggal 20 bulan berikutnya.

Tidak hanya itu, apabila perusahaan bisnis event organizer membayarkan gaji, upah, honorarium kepada pegawai tidak tetap dan/atau pegawai tetap, perusahaan memiliki kewajiban memotong PPh 21 (tarif progresif), perusahaan dapat memilih apakah akan menunjang pajak pekerja (gross-up method) atau pajak akan ditanggung pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulan. Perlu dicatat, batas waktu untuk menyetorkan SSP (Surat Setoran Pajak) PPh Pasal 21 yaitu tanggal 10 bulan berikutnya dan batas waktu lapor SSP tanggal 20 bulan berikutnya.

Selain pajak penghasilan, apakah terdapat pajak pertambahan nilai (PPN) yang terutang? Berdasarkan Surat Edaran Nomor.11/PJ.53/2003 bahwa penyerahan jasa event organizer dalam daerah pabean dikenakan PPN sebesar 10%. Sebagai informasi, PPN ditanggung oleh konsumen dan dipungut oleh pengusaha yang berstatus PKP (Pengusaha Kena Pajak). Pengusaha yang berstatus PKP juga memiliki kewajiban untuk membuat Faktur Pajak.(*)

Oleh: Desni Sensini (Flazztax)

[vc_btn title=”DAFTAR. DAPAT GRATIS 8 KELAS” color=”danger” align=”center” button_block=”true” link=”url:%23login|||” el_class=”logintrig”]