UKM, Inilah Strategi Jual Murah!

strategi jual murah UKM
Bisnis

Orang tidak otomatis membeli hanya karena kita menjualnya. Bahkan menjual murah sekalipun. Bila harga murah adalah resep mutlak kesuksesan usaha, maka kita tidak akan lihat pelaku usaha penjual produk murah bangkrut. Atau, mereka yang jual harga mahal otomatis kalah.

Harga, baik itu murah dan mahal, adalah cara bertukar nilai. Setiap nilai memiliki strategi distribusinya masing-masing agar mampu memberikan keuntungan maksimal. Begitu pula harga murah.

Bagi usaha, prinsip harga bukanlah soal murah dan mahal. Namun menemukan harga yang tepat agar usaha bisa berkembang dengan baik. Dan harga yang tepat itu belum tentu murah, belum tentu mahal, dan belum tentu juga di antaranya. Sementara konsumen ingin mendapatkan hasil maksimal dari setiap sen yang mereka keluarkan. Konsumen ingin merasa menang atas sebuah harga.

Di saat laju ekonomi melambat seperti sekarang ini, produk murah mengalami kenaikan permintaan karena daya beli menurun. Segmen konsumen dengan daya beli rendah semakin membesar. Daya beli menurun bukan berarti tidak membeli. Namun ada perubahan perilaku belanja. Antara lain apa, berapa, kapan, dan harga yang dibeli. Berarti ini peluang bagi usaha yang mengambil posisi harga murah.

Tapi harga murah belum tentu yang termurah. Bahkan yang termurah pun tidak otomatis dibeli oleh konsumen berdaya beli rendah. Harga murah tetap perlu strategi untuk jadi seksi di mata calon konsumen.

Kalau anda mengambil posisi di harga murah dan menjadikan harga itu tepat bagi usaha anda untuk berkembang, inilah 14 strateginya.

1. SEGMEN SENSITIF HARGA

Menjual iPhone X kepada petani tidak akan laku. Begitu juga dengan menawarkan hp jadul ke dirut BUMN. Harga memiliki konsumennya masing-masing, termasuk harga murah. Konsumen harga murah adalah mereka yang sensitif pada harga, mayoritas diisi oleh orang-orang dengan daya beli yang tidak kuat. Karena itu pilihlah produk untuk segmentasi menengah-bawah. Segmen ini lebih mementingkan fungsi dasar dibanding nilai lain.

Jadi, lupakan segmen konsumen yang lebih mementingkan nilai di luar fungsi. Jangan memilih produk yang kekuatan utamanya bukan pada fungsi.

2. PASAR YANG BESAR

Segmen berdaya beli rendah memang besar. Tapi setiap produk tetap punya pasarnya masing-masing. Pilihlah produk dengan pasar yang besar. Sia-sia bila anda, misalnya, menjual Sushi harga murah. Karena pasar konsumen Sushi tidak besar. Selain itu konsumen Sushi bukanlah segmen yang sensitif pada harga.

3. KENDALI PRODUKSI

Harga murah berarti rasio ongkos produksi pada harga akhir sangat tinggi. Misalnya, ongkos produksi 90% dan laba hanya 10%. Rasio ongkos produksi tinggi ini membuat anda terpapar risiko tinggi pula. Karena itu anda harus punya kontrol sangat besar pada produksi. Menyerahkan proses produksi pada pihak lain, terutama produksi inti, akan membuat anda kehilangan kendali untuk mengontrol biaya.

Misal, anda menjual bakso. Maka anda mesti memproduksi material inti pada bakso tersebut, seperti pentol bakso dan kuahnya. Jangan menyerahkan proses produksi pentol dan kuah kepada pihak lain. Anda tak akan punya kontrol ketika pihak lain tersebut mengubah harga.

Menguasai kendali produksi juga akan membuat anda memahami rantai pasokan dan proses produksi untuk menekan ongkos produksi. Misalnya, anda akan tahu bagaimana memproses pentol secara lebih efisien dan mendapatkan pemasok daging yang lebih murah. Dengan ditekannya ongkos produksi, maka porsi laba dalam harga akhir akan meningkat. Kendali produksi juga membuat produk anda tidak mudah ditiru.

4. FOKUS PADA FUNGSI

Sebuah produk dibeli karena bisa memenuhi sebuah kebutuhan. Kenyang itu kebutuhan, tapi gengsi juga kebutuhan. Masing-masing orang punya kebutuhan berbeda. Komoditas dengan konsumen yang sensitif pada harga akan menekankan pemenuhan kebutuhan itu pada fungsi. Bukan nilai di luar fungsi.

Banyak sekali fitur yang bisa ditambahkan pada sebuah produk, namun fitur itu seringkali tak berhubungan langsung dengan fungsi. Sementara untuk menghadirkan fitur itu memerlukan biaya.

Misal anda menjual kue murah. Mengemasnya dengan tas plastik akan berbeda biayanya bila anda menggunakan kotak. Menggunakan kotak generik akan beda biayanya bila anda menggunakan kotak khusus. Tas plastik, kotak generik, atau kotak khusus adalah fitur yang fungsinya sama: untuk mengemas. Tapi kemasan mana yang anda pilih akan berdampak langsung pada biaya.

Kita sering melihat toko sembako yang ‘bentuknya tak karuan’ tapi sangat ramai pembeli karena harganya murah. Pemilik toko tersebut sadar bahwa pembeli datang utamanya karena harganya, bukan kenyamanan ruangnya.

Pada komoditas tertentu menyediakan fitur di luar fungsi secara berlebihan justru akan menimbulkan persepsi yang keliru atau dampak negatif. Misal, bila tempat terlalu indah, calon konsumen tidak percaya harganya murah. Sementara fitur yang berdampak negatif sering kita lihat pada kafe. Harganya murah, tapi karena dibuat nyaman untuk nongkrong, maka sirkulasi pengunjung jadi macet dan penjualan baru tidak terjadi.

Dalam marketing dikenal Ilusi Diskon lewat cara mengemas atau menyajikan sesuatu untuk menciptakan persepsi kewajaran mengapa sebuah barang bisa murah. Misalnya toko buku menempatkan buku-buku diskon secara berantakan, atau toko ritel yang sengaja membuat kemasan sederhana untuk produk diskon.

5. RETENSI TINGGI

Bila anda menjual murah, konsekuensinya laba tipis. Sewajarnya anda akan mengharapkan laba yang baik lewat besarnya volume penjualan. Salah satu cara menaikkan volume penjualan yang besar adalah menciptakan produk pada sebuah komoditas yang dikonsumsi secara berulang-ulang dalam waktu relatif singkat. Penjualan berulang disebut juga retensi. Komoditas seperti ini memiliki sifat habis pakai.

Beberapa komoditas yang memiliki retensi tinggi adalah bahan pokok, makanan, komunikasi, bahan bakar, kebutuhan rumah tangga, software, dan komoditas lain yang model harga umumnya adalah berlangganan.

Atau anda juga bisa menciptakan sebuah produk yang memiliki aliran pendapatan (revenue stream) lain yang bisa mendatangkan retensi karena habis pakai. Misal anda menciptakan alat saringan air yang saringannya harus diganti tiap 1 bulan sekali.

6. POTONG RANTAI PASOKAN DAN DISTRIBUSI

Perantaraan atau intermediasi pasti menciptakan biaya. Makin panjang rantai, makin besar pulang ongkos yang muncul. Potonglah rantai pasokan dan distribusi anda semaksimal mungkin. Bila memungkinkan, dapatkan pasokan langsung dari produsen. Lakukan sendiri distribusi tingkat ritel tanpa melalui agen atau distributor.

7. RENTANG HARGA

Biasa disebut willingness to pay, atau rentang harga (bawah dan atas) yang berlaku umum dan bisa diterima oleh konsumen. Bila anda hendak menjadi yang termurah, pastikan harga bawah tidak melebihi ongkos produksi. Bila anda ingin mengambil harga antara bawah dan atas, pastikan anda memilih tempat dan waktu yang tepat serta memiliki daya tawar tinggi (dijelaskan di bawah).

8. TEMPAT YANG TEPAT

Harga murah adalah harga relatif (harga yang dibandingkan). Maka temukan tempat dimana konsumen mendapati harga kita adalah yang termurah bila dibandingkan dengan penjual lain (relatifnya) di tempat yang sama.

Misalnya anda berjualan telur di sebuah pasar, saat memutuskan pembelian konsumen akan membandingkan anda dengan 10 penjual telur lain di pasar itu. Bukan membandingkan anda pada penjual di pasar lain.

9. WAKTU YANG TEPAT

Setiap kebutuhan dan keputusan pembelian ada waktunya. Lakukan penjualan di waktu yang tepat sesuai dengan perilaku konsumen yang anda tuju. Tak ada gunanya anda menjual surat kabar pagi dengan harga murah di malam hari. Atau menjual sayur murah keliling komplek pada sore hari.

Kawan saya punya usaha menjual aneka makanan (nasi campur, rawon, soto, dll) menggunakan mobil pickup khusus di malam hari. Buka pukul 22.00 sampai 06.00 pagi di sebuah jalan protokol di Balikpapan. Dia bukan satu-satunya, tapi harganya murah. Ketika warung lain tutup pukul 24.00, dia bukan hanya jadi yang termurah, tapi yang paling tersedia. Bila ia berjualan pagi-sore hari, dia bukanlah yang termurah pada kawasan itu.

10. DAYA TAWAR TINGGI

Jual-beli pada prinsipnya adalah ‘adu kuat’ antara penjual dan pembeli mengingat harga itu bersifat elastis. Tingginya daya tawar konsumen akan membuat harga turun. Daya tawar konsumen naik karena mereka memiliki akses informasi dan jangkauan langsung ke penjual lain. Anda harus memastikan bahwa informasi dan/atau jangkauan konsumen ke penyedia lain terbatas sehingga anda memiliki daya tawar tinggi.

Misal anda adalah pedagang telur termurah di pasar A. Tapi di pasar B yang jaraknya 20 km ada pedagang telur lain yang lebih murah. Daya tawar anda tetap tinggi karena konsumen harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapat harga lebih murah tidak seberapa.

Itu sebabnya dalam tulisan sebelumnya berjudul UKM, Tinggalkanlah Marketplace! saya menyarankan agar UKM berhenti adu murah di marketplace. Karena mereka akan kalah dengan pedagang dari China yang memiliki cost leadership dan berada pada tempat serta waktu yang sama. Di marketplace dengan informasi yang terbuka (simetris) dan ketiadaan jarak dalam mengakses toko-toko, daya tawar konsumen menjadi sangat tinggi.

11. MERK MURAH

Kalau ingin main murah, maka kuatkan merk/nama usaha anda pada posisi tersebut. Ciptakan kesadaran konsumen untuk menautkan kata ‘murah’ pada produk anda sebagai brand positioning utama atau top of mind. Bahkan menanamkan persepsi pada 1 kata pun ke benak konsumen itu sulit, apalagi lebih dari 1. Kalau ‘murah’ ya ‘murah’ saja. Tak perlu ‘murah tapi enak’. Atau ‘harga kaki lima kualitas bintang lima’.

Mengapa konsumen (kelas menengah) belanja ke Carefour? Murah. Itulah persepsi utamanya atau hal yang paling diingat oleh konsumen. Soal kenyamanan belanja atau lainnya menjadi menjadi pertimbangan sekunder.

12. TITIK HARGA

Sangat mungkin anda menaikkan harga di tengah jalan karena naiknya harga bahan baku, ongkos produksi, atau memperbesar laba. Sebelum menaikkan harga, ingatlah Titik Harga (Price Point). Titik Harga adalah titik dimana permintaan akan turun ketika harga dinaikkan.

Untuk menghindari titik harga, pertimbangkanlan Hukum Weber. Hukum ini menjelaskan angka yang bisa memberikan dampak signifikan karena secara psikologi perbedaannya dianggap kontras. Implementasi Hukum Weber pada dunia usaha digunakan untuk menaikkan harga produk di kisaran 10%. Angka ini dianggap tidak terlalu disadari oleh konsumen, atau disadari namun bisa diterima.

13. ANGKA MURAH

Harga anda mungkin murah. Tapi belum tentu angka harga anda dianggap murah. Tiap angka memiliki persepsinya masing-masing.

  • Ilusi pembulatan. Orang menilai tinggi-rendahnya harga dari angka pertama paling kiri. Rp 99.000 akan dianggap 90 ribuan. Rp 100.000 akan dianggap 100 ribuan. Sementara dari 90 ke 100 meski hanya beda 10, dianggap lompatan tinggi dari puluhan ke ratusan.
  • Efek angka pertama. Rp 1.900 bisa memberi dampak besar dibanding Rp 2.000. Tapi Rp 1.800 akan dianggap sama dengan Rp 1.900 karena digit pertama tidak berubah. Namun Rp 1.500 akan dianggap lebih mahal dibanding Rp 1.400. Karena Rp 500 adalah satuan bulat mata uang rupiah yang menimbulkan ilusi pembulatan.
  • Konsumen suka dan merasa puas bila ada uang kembalian.
  • Menurut penelitian, angka 9 adalah angka yang atraktif bagi konsumen.

14. NILAI YANG TAK TAMPAK

Disebut juga intangible value atau nilai pada produk kita yang tidak tampak atau tidak dapat dirasakan oleh indera. Emosi adalah yang terpenting. Menghadirkan nilai tak tampak ini hampir tak butuh biaya, namun berdampak besar pada kelangsungan usaha dan loyalitas konsumen. Nilai yang tak tampak ini akan masuk ke alam emosi bawah sadar dan menempati porsi besar dalam pengambilan keputusan.

Melayani konsumen dengan baik, ramah, hangat, akrab, cepat, jujur, dan akurat; semua ini tidak butuh biaya. Orang hanya membeli dari orang yang mereka suka. Semurah-murahnya produk anda bila anda memperlakukan konsumen dengan buruk, mereka tak akan datang kembali.

Jangan berpikir bahwa kebaikan pelayanan itu ada harganya sehingga anda menganggap bahwa kalau harga murah maka konsumen layak diperlakukan ‘seadanya’. Karena diperlakukan dengan baik adalah hak dasar manusia dan konsumen. Dan itu tidak dijual.

***

Jual-beli selamanya adalah ‘pertarungan’ antara konsumen dan penjual. Hukum ekonomi: setiap orang akan mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Karena itulah kita sering melihat penjual-pembeli bertengkar di pasar saat tawar-menawar harga Rp 100. Karena ini soal menang-kalah, dan menang-kalah itu harga diri — sesuatu yang tak ternilai. Ketika pembeli bisa menawar harga sesuai keinginannya, luar biasa rasa bangganya. Bahkan seringkali pamer. Karena ia merasa menang.

Harga murah dan harga mahal itu ‘hanya’ satuan angka. Yang terpenting adalah menemukan harga yang bisa membuat konsumen anda merasa menang. Sekali lagi, merasa menang. (*)


Silakan ikuti kelas-kelas strategi kewirausahaan saya. Mayoritas gratis. Untuk kelas berbayar, Anda punya deposit koin senilai Rp 25.000 yang bisa digunakan membayar semua kelas di Arkademi.