Menentukan Vertikal: Kesalahan Awal Usaha Rintisan

Bisnis

Bila kita sedang bertanding sepakbola, maka kita tidak akan mengirimkan petenis ke tengah lapangan. Namun bagi pelaku usaha rintisan tidak semudah itu mengetahui atau menentukan apakah kita sedang bertanding sepakbola atau tenis.

Beberapa hari belakangan saya memberikan private mentoring kewirausahaan kepada 4 teman lewat video call. Saya banyak mendapatkan pelajaran dan wawasan berharga dari mentoring berdurasi masing-masing 1 jam tersebut. Siswa (dalam hal ini teman-teman saya di FB) berkonsultasi tentang masalah dan tantangan usaha rintisan yang sedang mereka jalani. Dari sana saya melihat ada kesalahan fatal yang mirip: kekeliruan mengalokasikan sumberdaya. Penyebabnya sama: keliru menentukan dalam industri dan bidang apa mereka berada. Biasa disebut vertikal.

Saya berasumsi kekeliruan ini juga banyak dialami pelaku usaha rintisan.

Vertikal adalah turunan dalam sebuah industri. Setiap vertikal memiliki konsumen ceruk — segmen yang biasanya disasar oleh usaha rintisan.

Misal kita membuat baju muslim untuk anak. Maka industri kita adalah fashion dengan bidang baju muslim anak. Itulah vertikal kita.

Tapi sebelum menentukan vertikal, kita harus lebih dulu tahu dan menentukan ada dalam industri apa kita sebenarnya.

Menentukan industri pada usaha kita adalah acuan utama kita mengalokasikan sumberdaya secara tepat. Dengan sumberdaya yang terbatas, perusahaan rintisan perlu mengalokasikan segala sumberdayanya secara presisi. Salah alokasi, maka sumberdaya (terutama uang) akan terbakar habis dengan cepat tanpa memberikan hasil sesuai target.

Menentukan vertikal ini tidak mudah bagi usaha rintisan. Karena biasanya kita banyak bisanya dan banyak maunya. Semua mau dikerjakan dan digarap meski produk-produk tersebut ada pada vertikal yang berbeda.

Tiap vertikal memiliki market yang berbeda. Beda market, beda pula perilaku dan kebutuhannya. Padahal tugas pertama usaha rintisan adalah belajar memahami perilaku marketnya — dan kemudian menyediakan produk yang sesuai dengan perilaku tersebut. Makin banyak market (berdasarkan perbedaan vertikal) yang kita sasar, makin sulit kita memahami perilaku market tersebut.

[vc_single_image image=”13385″ img_size=”580×150″ alignment=”center” onclick=”custom_link” link=”#login” el_class=”logintrig” css=”.vc_custom_1524312751498{margin-top: -20px !important;margin-bottom: 14px !important;}”]

 

Misal. Kita membuat obat kecantikan yang kita racik sendiri dan menjualnya secara online. Apa industri kita? Kesehatan atau teknologi?

Kekeliruan menentukan vertikal akan membuat kita salah mengalokasikan resource dan fokus kerja. Kalau kita menjual obat kecantikan yang diracik sendiri, maka vertikal kita adalah industri kesehatan di bidang obat kecantikan. Sebagai seorang pembuat obat, maka alokasi sumberdaya kita fokuskan untuk membuat obat yang lebih baik dengan jumlah lebih banyak. Bukannya mengeluarkan banyak uang untuk mempekerjakan programmer.

Contoh di atas terdengar mudah. Tapi bagaimana misalnya dengan sebuah usaha media online? Ada dalam industri media atau teknologi?

Kita akan dihadapkan 2 pilihan berbeda: Industri media bidang online/teknologi, atau industri teknologi bidang media. Ini 2 entitas yang berbeda.

Bila industri media, maka usaha itu akan memprioritaskan alokasi sumberdayanya pada pembuat konten seperti editor dan reporter. Bila industri teknologi, maka ia akan mengalokasikan sumberdaya pada pembuat teknologi seperti programmer.

Umpama contoh di atas adalah sebuah usaha rintisan, maka di masa-masa awal ia mesti menentukan apa yang akan ia prioritaskan pada penggunaan uangnya: merekrut wartawan/penulis atau merekrut programmer? Dengan uang yang terbatas pasti ada salah satu yang harus diprioritaskan.

Mungkin ada yang bertanya begini: bila penghasilan datang dari iklan online (Adsense), maka harusnya berada di vertikal media atau teknologi?

Bisa keduanya. Karena penghasilan itu berdasarkan business model dan revenue stream (aliran pendapatan). Baik industri media maupun teknologi sama-sama bisa memanfaatkan berbagai model revenue stream yang mereka anggap relevan. Namun perusahaan teknologi bisa lebih punya keunggulan terhadap revenue stream iklan online karena mampu menyediakan teknologi yang lebih andal dibanding yang bukan perusahaan teknologi.

Konsekuensi minimal kekeliruan menentukan vertikal adalah membuat usaha rintisan terbentur Hukum Paretto 80-20.

Dimana 80% penghasilan didapatkan dari 20% sumberdaya, dan 80% sumberdaya hanya memberikan hasil 20%. Njomplang. Tidak tepat guna.

Kalau 20% sumberdaya bisa memberi kontribusi penghasilan 80%, maka harusnya kalau sumberdaya itu dinaikkan menjadi 80-90% maka penghasilannya akan menjadi berlipat-lipat. Bila yang 80% sumberdaya hanya bisa memberikan kontribusi penghasilan 20%, maka bila ia diturunkan misalnya hanya menjadi 20-10%, maka perusahaan akan jauh lebih efisien. Lebih efisien artinya laba lebih baik. (*)

[vc_btn title=”DAFTAR. DAPAT GRATIS 6 KELAS” color=”danger” align=”center” css_animation=”flipInX” button_block=”true” link=”url:%23login|||” el_class=”logintrig”]