Startup adalah dongeng modern. Seorang anak muda…
Hal tersebut tidak hanya berlaku pada layanan transportasi online. Tapi hampir semua layanan on-demand yang masalah utamanya adalah jarak sekawasan. Jadi termasuk bila anda ingin membuat Gofood baru, lupakan.
Gojek hanya mungkin dilawan dengan teknologi dan business model baru. Itu pun ‘Mungkin’. Karena apapun yang anda buat, Gojek juga bisa membuatnya. Karena Gojek adalah perusahaan teknologi. Kompetensi mereka adalah melakukan rekayasa dan mencipta. Kalaupun hanya anda yang bisa membuatnya, anda akan segera ‘dinetralkan’ oleh Gojek.
Disclaimer: penulis tak memiliki afiliasi apapun dengan perusahaan Gojek, baik secara bisnis maupun personal. Tulisan ini dibuat atas kehendak pribadi penulis.
BARRIER TO ENTRY
Tech startup adalah dongeng modern. Seorang anak muda rajkel bermodal satu laptop mengubah dunia dan jadi kaya raya dalam sekejap. Yang dibayangkan adalah uang investasi dari venture capital (VC) bertebaran dimana-mana — yang untuk mendapatkannya semudah menggosok Lampu Aladin.
Tidak semudah itu, Ferguso…
Setiap perusahaan teknologi mapan manapun sadar dengan hal ini: disruption is one click away. Disrupsi itu hanya berjarak satu klik. Apapun yang mereka buat juga bisa dibuat dan dikembangkan orang lain. Mayoritas dari mereka dulu awalnya juga datang mendisrupsi status quo dan menumbangkan incumbent. Seperti Google mendisrupsi Yahoo, Facebook mendisrupsi MySpace, Android kepada Symbian, atau Gojek kepada perusahaan taksi.
Perusahaan teknologi sadar akan ancaman yang datang dari teknologi baru yang mungkin hadir. Sementara mereka perlu memastikan bisnis mereka berjalan secara berkelanjutan agar bisa menciptakan keuntungan lebih lama dan lebih banyak. Karena itu mereka perlu strategi bertahan dan menciptakan penghalang agar pemain baru tidak masuk atau tak menjadi ancaman serius. Biasa disebut sebagai Barrier to Entry. Yang untuk ini tidak mungkin bila hanya ditumpukan pada aspek teknologi semata.
Teknologi yang andal dan telah mereka berkembang sedemikian canggihnya, tentu juga barrier to entry. Namun barrier paling besar dan paling tidak disadari orang luar adalah business model. Karena ia tidak kasat mata. Business model adalah konstruksi inti kompleks yang menjadi pondasi sebuah perusahaan untuk hidup, bertahan, dan berkembang dalam sebuah pasar. Ia melingkupi aspek proses, strategi, target, segmentasi, aktivitas, infrastruktur, kultur, pendapatan, pemodalan dsb.
Tidak ada satu perusahaan pun di muka bumi ini yang bisa menemukan business model yang solid sekali jadi. Rata-rata perusahaan mapan telah mencoba 3-4 kali business model sebelum menemukan satu yang pas. Pencarian atas business model yang cocok ini butuh waktu dan uang. Yang tidak sebentar dan tidak sedikit. Dalam prosesnya akan banyak uang ‘terbakar’. Karena kita tidak sedang menjalankan perusahaan di ruang hampa. Di pasar kita tak hanya harus berhadapan dengan konsumen, tapi juga kompetitor, distributor, partner, hingga regulator.
Celakanya lagi, business model tidak berlaku selamanya. Ia harus adaptif pada perilaku pasar dan konsumen yang sangat dinamis. Perusahaan yang lebih lama berada di dalam pasar akan memiliki pengetahuan lebih dalam dan lebih banyak pada perilaku pasarnya. Yang dengan itu mereka cenderung bisa lebih cepat beradaptasi. Atau, mereka justru memanfaatkan perilaku pasar untuk membangun barrier to entry.
Jadi, anda mungkin bisa membuat aplikasi yang memberikan layanan seperti Gojek. Di Envato bahkan tersedia banyak app template Ionic untuk bisnis ride hailing berharga di bawah $ 100. Tapi anda takkan bisa mereplikasi business model Gojek.
UNFAIR ADVANTAGE
Setiap bisnis tidak bertarung dengan udara kosong. Seketika berada di dalam pasar mereka akan selalu dalam posisi terancam oleh pesaing. Baik incumbent maupun pemain baru. Sehingga mereka harus menciptakan sebuah kondisi dimana persaingan menjadi ‘tidak adil’. Biasa disebut Unfair Advantage. Keunggulan yang membuat persaingan tidak adil dan karenanya lebih mudah dimenangkan. Ibaratnya, petinju kelas berat punya unfair advantage melawan petinju kelas bulu ketika berlaga di ring yang sama.
Nah, unfair advantage inilah yang membuat anda takkan menang melawan Gojek. Berikut adalah beberapanya.
STANDAR INDUSTRI
Hanya orang non-digital industry yang bilang mudah membuat aplikasi sebagus Gojek. Aplikasi seperti Gojek sudah masuk kategori Super App. Ia dibuat dan dikembangkan dalam waktu tidak singkat, mengeluarkan uang triliunan, dibuat oleh ratusan jagoan teknologi dari berbagai negara dan bergaji mahal, berdiri di atas infrastruktur terbaik dunia, serta dikembangkan terus-menerus.
Dengan pengguna aktif lebih dari 20 juta orang dan brand yang dominan, aplikasi Gojek telah telah diterima oleh pasar sebagai standar teknologi yang berlaku pada industri ride hailing.
Konsumen akan sangat sulit menerima aplikasi lain yang tidak memberikan keandalan dan pengalaman dengan standar Gojek. Dan ini standar yang sudah sangat tinggi sekali. Untuk memenuhi standar ini anda harus mengeluarkan uang yang mungkin hampir sama banyaknya.
Lihatlah bagian komentar pada aplikasi-aplikasi baru ride hailing di Playstore. Anda akan menemukan banyak rating 1 dan komentar bernada: “Sering crash. Susah registrasi, tampilan jelek,” dll.
Bagus-buruk itu selalu relatif terhadap pembanding. Repotnya, pembanding anda adalah standar tinggi yang sudah berlaku di pasar yang diciptakan oleh Gojek, Grab, atau Uber.
Mungkin anda akan bilang bahwa tidak ada teknologi atau app yang bisa langsung sempurna atau berjalan baik di masa awal. Sungguh benar. Tapi mulai dari sini anda akan berhadapan pada setidaknya 2 masalah baru.
Pertama, untuk membenahi dan mengembangkan app agar bisa memenuhi standar industri itu anda butuh lebih banyak uang. Mulai dari menambah developer yang gajinya lebih tinggi, menyewa infrastruktur lebih andal, hingga membayar tool. Anda juga perlu waktu. Seiring jalannya waktu itu uang akan terus terbakar sebagai operating dan production cost. Dengan uang pas-pasan sulit bagi anda memenuhi ini.
Kedua, incumbent tidak sedang tidur dan diam. Mereka juga melakukan apa yang anda lakukan. Namun dengan ukuran dan uang jauh lebih besar. Agar app mereka makin super dan standar industri naik ke level lebih tinggi. Ibaratnya, saat anda berjalan 50 km/jam, mereka ngebut 250 km/jam.
MODAL DALAM KOMPLEKSITAS BISNIS INTERMEDIASI
Gojek tidak sekadar ‘bisnis aplikasi’ atau ‘bikin aplikasi’. Produk aplikasi Gojek, sebagaimana produk lain di dunia ini, ‘hanya’ alat menciptakan nilai. Nilai tersebut yang diantarkan lewat business model.
Gojek atau ride hailing adalah bisnis intermediasi. Ia memerantarai supply (penawaran) dan demand (permintaan). Di sisi supply ada driver, di sisi demand ada penumpang.
Ini model bisnis yang sangat kompleks karena berada di dua sisi pasar. Menghadapi satu jenis pasar saja susah, apalagi dua. Belum lagi cara menyeimbangkan dua sisi ini. Harus ada nilai yang atraktif untuk menarik dan mempertahankan dua sisi pasar ini di saat si intermediator (Gojek) harus bisa menciptakan keuntungan.
Atraktifitas itu tak bisa serta-merta ditawarkan lewat app yang hebat. Karena orang tidak serta-merta datang hanya karena kita membuat app yang bagus. Karena Gojek adalah layanan on-demand yang berdampak langsung pada ekonomi penggunanya, maka atraktifitas itu diciptakan lewat keuntungan ekonomi bagi dua sisi pasar.
Anda tak hanya harus bergerilya di lapangan mencari driver. Tapi juga harus meyakinkan calon driver bahwa anda bisa memberikan keuntungan ekonomi yang menarik — tarif tinggi. Sementara, anda juga harus mencari penumpang dan menawarkan keuntungan yang sama atraktifnya — tarif rendah.
Konsep ini mustahil bergulir secara alami: mahal di sisi supply, murah di sisi demand. Tidak bakal ketemu. Seperti orang main jungkat-jungkit. Tak mungkin keduanya berada di sisi atas. Karenanya Gojek mengintervensinya dengan cara memberi insentif kepada dua belah sisi. Bonus kepada driver dan diskon kepada penumpang. Atraktifitas ini diperlukan agar mereka bisa mengakuisisi pasar dan menciptakan loyalitas. Seiring waktu ketika loyalitas sudah terbentuk, insentif ini dilepas perlahan untuk menciptakan keseimbangan baru. Dan tentunya menciptakan keuntungan bagi bisnis Gojek.
Anda bisa bayangkan berapa besar uang yang dibakar untuk menciptakan keseimbangan dan atraktifitas itu.
Saya sering mendengar konsep dari pelaku bisnis ride hailing baru yang mencoba menjadi pesaing Gojek: “Memberikan tarif lebih tinggi kepada driver.”
Kalau tarif ke driver tinggi, bagaimana caranya tarif bisa murah atau atraktif ke penumpang? Mungkin ini strategi awal untuk memikat calon driver untuk meningkatkan supply. Karena di bisnis intermediasi supply harus jadi prioritas. Namun, ketika supply tercukupi, bagaimana cara agar supply itu menarik bagi pemilik demand?
Yang paling mungkin adalah si perusahaan mengintervensinya dengan memberi diskon kepada penumpang. Selisih yang timbul dari diskon akan ditanggung perusahaan. Makin banyak yang menggunkan layanan maka biaya yang timbul akibat menanggung diskon akan meningkat secara eksponensial. Yang karena itu dibutuhkan modal sangat besar.
Tapi, bukankah ini cara yang sama yang dilakukan Gojek, Grab, atau Uber di masa-masa awal dulu?
Jadi konsep tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Bahwa sekarang Gojek melepaskan secara bertahap insentif kepada dua sisi pasar dan mengambil komisi, itu adalah keniscayaan. Walau bagaimanapun perusahaan harus bisa menciptakan keuntungan. Karena hanya dari laba perusahaan bisa berkembang secara berkelanjutan. Kecuali anda sedang menjalankan yayasan.
Ada juga yang berjanji “Tidak mengambil komisi dari driver.” Jadi komisi (akan) diambil dari mana? Mengambil komisi dari penumpang akan membuat tidak atraktif di sisi demand. Atau mungkin revenue stream bukan dari komisi. Lalu dari mana? Apakah revenue model tersebut sudah tervalidasi dan mampu diandalkan untuk profitabilitas dan keberlanjutan?
Atraktifitas dan loyalitas bagi konsumen negara berkembang Asia itu cuma 3 hal: gratis, diskon, bonus. Itu saja diputar terus-menerus. Dalam proses pemutarannya itu ada uang dalam jumlah sedikit yang mesti dibakar.
Mampukah anda atau investor anda menyediakan uang tersebut dalam iklim kompetisi yang diisi oleh pemain dominan yang uangnya tidak berseri?
Nokia, blackberrie dikalahkan oleh Apple dan Samsung. Jadi masih ada kemungkinan mengalahkan Go-jek
Saya tidak pernah bilang bahwa Gojek MUSTAHIL DIKALAHKAN. Bahkan pada paragrap ke-5 saya menulis apa yang mungkin menjadi lawan Gojek. Di bagian akhir tulisan saya menuliskan bisnis yang mungkin mensubtitusi Gojek.
Judul artikel ini jelas dan terang: “Mengapa Anda Takkan Menang Melawan Gojek”
Tulisan menarik. Naratifnya kompleks dan informatif.
sangat bermanfaat…
Terimakasih untuk artikel yang bagus ini. Tulisan sangat apik dan berbobot, sehingga mampu menggiring pembaca memahami secara langsung maksud dan tujuan dari artikel ini tanpa perlu mencerna berkali-kali.
Artikel yang menarik. Jadi intinya, bahkan sebagai bottom feeder juga kita sudah tidak bisa (minimal sulit) melakukannya? Misalnya memang kita tidak bermaksud bersaing dengan perusahaan2 besar itu tetapi cuma berkutat di daerah yang belum terjangkau oleh mereka. Bagaimana kalau seperti itu?
Masalahnya, bila kita main di market kecil bisnis kita sulit berkembang karena keterbatasan populasi. Dan bilapun ternyata bisnis kita berhasil di sebuah kawasan kecil, maka pemain besar bisa dengan mudah masuk dan lanngsung head to head dengan kita.