“Karyawannya ikut training, tapi besoknya kerja tetap sama.”
Keluhan itu sudah beberapa kali didengar Ardi, HR & Learning and Development Manager di sebuah perusahaan jasa di Jakarta. Slide laporan akhir tahun menunjukkan angka yang cukup bikin kening berkerut: budget pelatihan naik, tapi performa tim tidak berubah signifikan.
Di sisi lain, karyawan mengaku pelatihan yang mereka ikuti sering terasa jauh dari pekerjaan sehari-hari. Ada yang bilang materinya menarik, tapi sulit diterapkan. Ada juga yang menganggap training hanya formalitas untuk memenuhi jam pelatihan.
Kalau Arkawan pernah merasa program learning and development di perusahaan lebih mirip “acara” daripada motor perubahan perilaku kerja, artikel ini untuk kamu. Kita akan membahas strategi learning and development 2026 yang fokusnya sederhana: bagaimana membuat pelatihan benar-benar diterapkan karyawan di tempat kerja.
Kenapa Banyak Pelatihan Tidak Dipakai di Lapangan?
Sebelum bicara strategi, Ardi mencoba jujur melihat kenyataan. Ia menemukan beberapa pola yang sering terjadi di banyak perusahaan:
- Pelatihan tidak nyambung dengan pekerjaan
Materi terlalu generik, contoh kasus tidak relevan dengan konteks bisnis perusahaan. Karyawan pulang dengan banyak teori, tetapi bingung harus mulai dari mana di meja kerja. - Tidak ada dukungan setelah training
Setelah pelatihan selesai, tidak ada follow-up dari atasan: tidak ada coaching, tidak ada tugas penerapan, tidak ada review. Training berakhir di ruang kelas, bukan di tempat kerja. - Tujuan bisnisnya tidak jelas
Kadang pelatihan diadakan karena “budget masih ada” atau “program tahunan”. Tidak ada target perilaku yang spesifik: apa yang harus berubah setelah pelatihan, dan bagaimana mengukurnya. - Atasan tidak terlibat
Karyawan diminta ikut pelatihan, tetapi atasannya tidak ikut, bahkan tidak tahu persis apa isi program. Akhirnya, tidak ada ruang dan dukungan untuk mencoba hal baru di tim.
Berbagai penelitian dan artikel tentang transfer training juga menunjukkan hal serupa: tantangan utamanya bukan di ruang kelas, tetapi di penerapan setelahnya. Hanya sebagian kecil dari materi pelatihan yang benar-benar bertransformasi menjadi perilaku baru jika tidak ada desain dan dukungan yang tepat.
Untuk Arkawan yang ingin membaca contoh pembahasan masalah ini, salah satu ulasan singkat tentang mengapa pelatihan sering tidak diterapkan di pekerjaan bisa dilihat di artikel business.com
Cara Berpikir Ulang Learning and Development: Dari “Event” Menjadi Sistem Belajar
Melihat kondisi ini, Ardi mulai mengubah cara pandang: learning and development bukan sekadar menyelenggarakan kelas, tetapi mendesain sistem belajar.
Ada beberapa prinsip yang ia gunakan:
- Belajar terjadi sebagian besar di pekerjaan, bukan hanya di kelas. Banyak praktisi L&D merujuk pada model 70-20-10: sebagian besar belajar terjadi lewat pengalaman dan kerja sehari-hari, bukan formal training.
- Pelatihan hanyalah 10–20% dari perjalanan belajar. Sisanya terjadi lewat coaching, mentoring, dan eksperimen di lapangan.
- Desain learning and development harus dimulai dari masalah bisnis, bukan dari katalog training.
Dengan kacamata ini, program learning and development 2026 tidak lagi dimulai dari pertanyaan “tahun depan mau training apa?”, tetapi dari pertanyaan “perilaku kerja apa yang harus berubah agar target bisnis tercapai?”.
Strategi Learning and Development 2026: Langkah Praktis untuk HR Indonesia
Berikut beberapa langkah yang bisa Arkawan terapkan saat menyusun strategi L&D 2026, agar pelatihan tidak berhenti di ruang kelas.
1. Mulai dari Tujuan Bisnis dan Perilaku yang Ingin Diubah
Ardi duduk bersama manajemen dan bertanya:
- Target bisnis 2026 apa yang paling kritis? (misalnya: peningkatan NPS, efisiensi operasional, percepatan closing, penurunan error)
- Perilaku kerja apa yang perlu muncul atau dikurangi agar target itu tercapai?
Dari sini, ia menyusun daftar “perilaku kunci”. Misalnya:
- CS harus lebih konsisten offering solusi, bukan sekadar menjawab.
- Supervisor operasional harus lebih disiplin memakai data saat mengambil keputusan.
Baru setelah perilaku ini jelas, ia memilih jenis pelatihan dan aktivitas belajar yang relevan.
2. Buat Learning Path, Bukan Satu Kali Training
Alih-alih satu workshop sehari, Ardi menyusun learning path 3–6 bulan yang mungkin berisi:
- Sesi online singkat untuk dasar teori.
- Studi kasus industri yang relevan.
- Tugas penerapan kecil di tempat kerja.
- Sesi coaching atau diskusi refleksi.
Learning path ini bisa berbeda-beda untuk level staf, supervisor, dan manajer, tetapi tetap terhubung dengan target bisnis yang sama.
3. Libatkan Atasan Sebagai Coach, Bukan Penonton
Pengalaman Ardi menunjukkan: ketika atasan tidak terlibat, efek pelatihan cepat hilang.
Karena itu, ia melakukan beberapa hal:
- Mengadakan sesi singkat khusus untuk atasan tentang peran mereka sebagai coach setelah pelatihan.
- Memberikan panduan pertanyaan coaching yang bisa digunakan dalam one-on-one.
- Meminta atasan ikut setidaknya satu bagian dari pelatihan, agar paham konteks.
Dengan begitu, karyawan merasa hal yang dipelajari “boleh” dipraktikkan di tim, bukan sekadar teori.
4. Gunakan Bentuk Belajar yang Lebih Ringkas dan Dekat dengan Pekerjaan
Ardi mulai mengurangi sesi panjang yang melelahkan, dan menggantinya dengan:
- Microlearning: materi singkat 5–15 menit yang mudah diakses saat dibutuhkan.
- Simulasi atau role play untuk skill yang sifatnya interaksi (misalnya negosiasi, layanan pelanggan).
- “Learning in the flow of work”: materi yang bisa diakses saat karyawan sedang mengerjakan tugas.
Tren learning and development global 2025 juga menunjukkan pergeseran ke arah pembelajaran yang lebih pendek, personal, dan terintegrasi dengan pekerjaan sehari-hari.
5. Rancang Aktivitas Pasca-Training Sejak Awal
Di banyak program, sesi penutup hanya berupa foto bersama dan pengisian kuesioner kepuasan. Ardi mengubah bagian ini menjadi sesi perencanaan penerapan:
- Peserta diminta menulis 1–3 tindakan konkret yang akan dilakukan dalam 2–4 minggu ke depan.
- Mereka juga diminta memilih satu rekan kerja atau atasan sebagai “accountability partner”.
- HR menjadwalkan check-in sederhana: apakah rencana itu benar-benar dijalankan?
Dengan cara ini, peluang materi pelatihan berubah menjadi kebiasaan kerja menjadi jauh lebih besar.
6. Ukur Bukan Hanya Kepuasan, Tapi Juga Dampak
Ardi mulai berhenti puas dengan skor “kepuasan training” saja. Ia mencoba menghubungkan program L&D dengan indikator lain, misalnya:
- Penurunan komplain tertentu setelah pelatihan service.
- Peningkatan akurasi laporan setelah pelatihan analisis data.
- Peningkatan jumlah feedback konstruktif setelah pelatihan leadership.
Tidak semua program bisa langsung menunjukkan angka besar, tetapi arah hubungan ini perlu mulai dibangun.
Menghubungkan L&D dengan Course Arkademi dan LUNA AI
Saat menyusun learning and development 2026, Ardi tidak ingin membuat semuanya dari nol. Ia memanfaatkan kombinasi:
- Katalog course Arkademi untuk materi dasar dan lanjutan (misalnya: HR, leadership, komunikasi, layanan pelanggan, data, dan digital skills).
- Program internal perusahaan untuk konteks dan studi kasus spesifik.
Untuk peran HR, supervisor, dan manajer, Arkawan bisa mengarahkan karyawan mengikuti course yang relevan di Arkademi sebagai bagian dari learning path—bukan sebagai aktivitas yang berdiri sendiri.
Di sisi lain, LUNA AI membantu HR dan manajemen:
- Melihat data kandidat dan karyawan berdasarkan skill dan potensi.
- Mengidentifikasi gap kompetensi yang paling kritis.
- Menyusun prioritas pelatihan berdasarkan data, bukan asumsi.
Dengan kombinasi ini, program learning and development 2026 tidak lagi berjalan “di ruang hampa”, tetapi terhubung dengan data talenta dan kebutuhan bisnis.
Penutup: 2026 Saat yang Tepat untuk Meng-upgrade Cara Belajar di Perusahaan
Bagi Ardi, pelajaran terbesar dari beberapa tahun terakhir adalah: program learning and development yang efektif tidak diukur dari seberapa banyak training yang diadakan, tetapi dari seberapa jauh perilaku kerja berubah.
Kalau Arkawan merasa pelatihan di perusahaan selama ini masih belum banyak diterapkan di lapangan, 2026 bisa menjadi titik awal untuk merombak pendekatan:
- Mulai dari tujuan bisnis dan perilaku yang ingin diubah.
- Susun learning path, bukan hanya satu event.
- Libatkan atasan sebagai coach.
- Gunakan bentuk belajar yang lebih ringkas dan relevan dengan pekerjaan.
- Rancang aktivitas pasca-training dan ukur dampaknya.
Jika Arkawan ingin menghubungkan strategi learning and development 2026 dengan data talenta yang lebih rapi mulai dari rekrutmen hingga pengembangan. Arkawan bisa mencoba LUNA AI dalam satu siklus rekrutmen dan menjadikannya dasar menyusun program belajar.